www.gelora.co - Peneliti Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Almas Sjafrina mengungkapkan menurut catatan ICW selama dua tahun belakangan sebanyak 11 kepala daerah terjaring operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebagian besar para kepala daerah merupakan kader partai politik.
"Kalau dua tahun terakhir di data kami sedikitnya ada 11 kepala daerah yang kena OTT KPK. Semuanya kader partai, kecuali Bupati Batubara. Beliau maju independen," ungkap Almas kepada Republika.co.id, Sabtu (28/10).
Menurut Almas, korupsi kelas kakap umumnya memang melibatkan pejabat yang juga kader partai politik baik itu kepala daerah, anggota DPR RI, anggota DPRD ataupun menteri. "Sebenarnya tidak spesifik menyasar kader partai. Tapi kan KPK ini banyak menindak kasus korupsi politik atau korupsi kelas kakap," tutur Almas.
Adapun, sambung Almas, dari data yang ia himpun selama ini mayoritas yang terjaring dalam tindak pidana korupsi adalah kader dari empat partai besar yakni PDIP, Partai Golkar, PAN dan Partai Demokrat. "Sepanjang KPK berdiri, anggota DPR, anggota DPRD yang paling banyak ditindak dari empat partai tersebut. Kenapa empat partai tersebut, karena memang secara
kuantitas anggota DPR atau DPRD mayoritas berasal dari partai-partai besar tersebut, khususnya Golkar dan PDIP. Mereka paling banyak punya kader di pemerintahan," terang Almas.
Sehingga, lanjut Almas, perbaikan tata kelola partai politik seperti restorasi terhadap UU Parpol, menurut dia, menjadi langkah penting untuk mendorong perbaikan partai. Ia pun mendesak pemerintahan Presiden Joko Widodo segera mendorong revisi UU No. 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas UU No. 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik (UU Parpol).
Revisi UU tentang Partai Politik sebenarnya sudah masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015-2019. Tapi, dalam tiga tahun terakhir, revisi UU Partai Politik belum pernah masuk agenda Prolegnas Prioritas di DPR RI. "Pemerintah baru akan menaikan subsidi dengan hanya merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2009 sehingga tidak menyentuh pembenahan parpol di sektor lainnya, yakni kaderisasi, demokrasi internal, trasparansi dan akuntabilitas anggaran, serta sanksi bagi parpol yang melanggar aturan." kata Almas. [rol]