www.gelora.co - Nama Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto tak dinominasikan bisa menjegal Joko Widodo (Jokowi) dalam Pilpres 2019 mendatang. Keterpilihan Prabowo melorot tajam hanya 12 persen. Kondisi ini bertolak belakang dengan proses Pemilu 2014 lalu yang menempatkan perbedaan tipis antara Prabowo dan Jokowi. Apa strategi Prabowo?
Sikap Prabowo Subianto selama tiga tahun terakhir ini nyaris di luar bayangan benak para pendukungnya. Sejumlah isu krusial yang muncul di publik absen dari kritik Prabowo Subianto. Padahal, jamak faham, bila dalam Pilpres 2014 lalu, duel Prabowo-Jokowi telah melahirkan dua kelompok yang diametral satu dengan lainya.
Alih-alih Prabowo muncul ke publik dengan membuat wacana tandingan atas kebijakan pemerintahan Jokowi, mantan Danjen Kopassus itu justru tampak mesra dengan Jokowi. Simak saja peristiwa krusial saat aksi demontrasi massa pada kurun November dan Desember tahun 2016 lalu, saling berkunjung Jokowi dan Prabowo makin menghilangkan kesan Prabowo sejatinya merupakan oposan di luar pemerintahan.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon memiliki jawaban khusus atas persoalan tersebut. Menurut Fadli, sikap Prabowo yang banyak diam dalam merespons persoalan kebangsaan dan kenegaraan semata-mata untuk memberi kesempatan kepada pemerintah untuk bekerja. "Pak Prabowo tidak ingin mengganggu pemerintahan diberikan kesempatanlah bagi pemerintah bekerja," kata Fadli di gedung DPR, Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Senin (9/10/2017).
Fadli juga menyebutkan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto juga tidak banyak komentar atas persoalan kebangsaan dan kenegaraan karena berkeinginan Prabowo tak dianggap menjadi penghalang kerja pemerintah. "Kalau terlalu banyak berkomentar nanti kan terlalu banyak menghalangi dan lain-lain," cetus Fadli
Kendati demikian Fadli menyebutkan pihaknya tetap menjadikan Prabowo sebagai Capres dari Partai Gerindra dalam Pemilu 2019 mendatang. Ia optimistis, elektabilitas Prabowo tetap tinggi. "Elektabilitasnya tetap tinggi meskipun beliau belum kelihatan kampanye," tegas Fadli.
Sikap Prabowo yang tidak muncul di hiruk pikuk urusan kebangsaan dan kenegaraan sebenanrya juga menimbulkan pertanyaan di internal Partai Gerindra. Seorang anggota Dewan Pembina Partai Gerindra yang enggan disebutkan namanya mengaku heran dengan pilihan Prabowo Subianto yang tidak pernah turun ke bawah. "Saya heran, Pak Prabowo tidak pernah turun ke lapangan. Padahal didorong maju dalam Pilpres," keluh salah satu anggota DPR ini.
Ia pun membandingkan dengan Jokowi yang hampir tiap hari bertemu dengan rakyat di bawah. Ia mengisahkan saat dirinya mengikuti kunjungan kerja Jokowi di suatu daerah, respons publik yang cukup tinggi terhadap kehadiran Jokowi. "Bayangkan, seorang Presiden mau bersalaman dengan rakyatnya dengan tanpa jarak. Saya kira ini kelebihan Jokowi itu," sebut sumber tersebut tanpa malu-malu menyebutkan.
Sikap Prabowo yang diam tanpa melakukan gerakan politik selama tiga tahun terakhir ini memang menimbulkan tanda tanya di publik soal keseriusan dirinya maju kembali dalam Pilpres 2019 mendatang. Meski, diamnya Prabowo tentu bukan tanpa arti. Setidaknya penjelasan Fadli Zon cukup menjelaskan atas sikap diamnya selama ini.
Situasi ini bila dibandingkan dengan Megawati Soekarnoputri saat berada di luar kekuasaan era SBY, Mega dan PDI Perjuangan kerap melontarkan kritik keras kepada pemerintahan SBY selama satu dasawarsa lamanya. Begitu juga saat SBY berada di luar kekuasaan, beberapa kali SBY juga melontarkan kritik atas kebijakan Jokowi secara terbuka. Prabowo justru berbeda dengan Megawati dan SBY. Tentu pilihan ini ada makna politiknya. [inc]