www.gelora.co - President Director Center for Banking Crisis, Achmad Deni Daruri mengatakan rupiah bergerak liar terus melemah terhadap mata uang dolar Amerika Serika di akhir Oktober ini yakni menembus Rp 13.600 per satu US dolar. Dibandingkan pelemahan mata uang regional lainnya seperti Singapura, rupiah lebih terjun bebas.
“Pelemahan rupiah ini seakan-akan tidak ada Bank Indonesia dalam NKRI ini. Ke mana jurus Gubernur BI?” tanya Achmad Deni Daruri kepada wartawan di Jakarta, Senin (30/10).
Menurutnya, pelemahan mata uang di Asia memang karena perekonomian Amerika terus membaik. Dan, tren perekonomian Amerika terus positif baik kebijakan fiskal oleh pemerintah AS maupun kebijakan moneter yang dilakukan oleh the Fed.
Lebih lanjut, dia mengatakan Bank Sentral seperti Singapura telah menyiapkan intrumen moneter yang inovatif dan antisipatif sehingga perkembangan perekonomian Amerika tidak signifikan mempengaruhi mata uang Singapura.
Otoritas Moneter Singapura, menurut Deni Daruri, menggunakan pertukaran mata uang Singapure dolar sebagai instrumen utama kebijakan moneter bukan suku bunga. Ini memudahkan, otoritas bank central untuk melakukan penyesuaian kebijakan terhadap inflasi dan pertumbuhan ekonomi global.
“Beda dengan rupiah, BI kelihatan agak gugup mengantisipasi perkembangan ekonomi Amerika, sehinga intrumen BI tidak inovatif hanya intervensi pasar, yang hanya menghabiskan cadangan devisa tanpa efek maksimal pengaruhnya,” katanya.
Menurut Deni, BI dituntut harus inovatif dan antispatif terhadap kondisi perekenomian global khusus ekonomi Amerika.
“Semoga gubernur BI yang akan habis masa jabatan Mei 2018 punya jurus baru menguatkan nilai rupiah agar kelihatan bahwa kita memang punya gubernur BI yang berkualitas bukan jurus berkampanye untuk terpilih lagi menjadi Gubernur BI periode berikutnya,” katanya.
[jpnn]