www.gelora.co - Insiden pelarangan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo (GN) memasuki wilayah Amerika Serikat (AS) memunculkan sejumlah spekulasi di media sosial. Spekulasi yang berkembang, antara lain menyebutkan, pelarangan itu menunjukkan ikut campurnya pemerintah AS terhadap proses politik di Indonesia, terutama upaya menjegal Panglima TNI menjadi Presiden RI. Apalagi Indonesia segera memasuki tahun politik. AS dituding ingin menghancurkan karir politik GN.
Ketua Perhimpunan Masyarakat Madani (Prima) Sya`roni mengatakan, ditolak masuknya Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo ke AS tidak bisa dianggap main-main. Pasti ada motivasi kuat atau politik dibalik penolakan tersebut. Karena AS adalah negara dengan aturan imigrasi yang sangat ketat sehingga bila menerbitkan pelarangan terhadap seseorang pasti didasari alasan yang kuat.
"Kemungkinan besar, AS memiliki kekhawatiran nama GN tidak terbendung lagi tampil sebagai presiden berikutnya. Karena secara politik nama GN mulai naik orbit menjelang Pilpres 2019," ujar Sya`roni kepada Harian Terbit, Senin (23/10/2017).
Menurutnya, ketakutan AS terhadap GN karena tidak menutup kemungkinan mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Kasad) tersebut akan tampil sebagai capres alternatif di Indonesia. Di sisi lain, GN juga sangat intens melakukan akselerasi dengan mendekati kelompok Islam. Selama ini AS menilai kelompok Islam yang mendukung GN diposisikan sebagai Islam radikal.
Sementara hingga saat ini AS masih aktif melakukan kampanye perang terhadap kelompok Islam radikal. AS berkepentingan untuk menghancurkan karir GN. Oleh karena itu bisa jadi, undangan dari Panglima AS kepada GN untuk menghadiri suatu acara di AS, merupakan bagian dari skenario dalam penolakan GN masuk AS. Dampak dari penolakan ini tentunya sedikit banyak akan mempengaruhi agenda GN dalam menatap konstestasi pilpres mendatang.
Tahun Politik
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan, meski Dube AS sudah memina maaf, Pemerintah AS perlu segera mengungkap alasan terkait larangan terhadap Panglima TNI. Namun kalau tidak diklarifikasi spekulasi dapat berkembang secara liar di media, sehingga dapat memunculkan persepsi negatif publik Indonesia terhadap AS, khususnya pemerintahan Donald Trump.
“Tanpa adanya klarifikasi, spekulasi yang berkembang juga bisa mengarah pada proses politik yang ada di Indonesia. Masyarakat Indonesia akan menilai pemerintah AS ingin ikut campur terhadap proses tersebut. Selain itu tak lama lagi Indonesia akan segera memasuki tahun politik maka spekulasi penolakan bila tidak diklarifikasi akan berdampak besar terhadap siapapun yang akan muncul sebagai calon presiden dan wakilnya," kata Hikmahanto.
Terpisah, pengamat politik dari Institute For Strategic and Development Studies (ISDS), M. Aminudin mengatakan, sudah tepat Menteri Luar Negeri Retno Marsudi meminta penjelasan Dubes AS di Jakarta. Namun jika tidak memuaskan maka harus melayangkan nota protes resmi kepada pemerintah AS. Protes dilakukan karena Panglima TNI ke AS atas undangan resmi Kepala Staf Gabungan AS.
Ada Maksud Lain
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, ditolak masuknya Panglima TNI AS jangan dianggap persoalan sederhana. Karena sangat mustahil sistem koordinasi AS jelek apalagi Panglima TNI diundang secara resmi untuk masuk Amerika Serikat. Oleh karena itu kasus yang dialami Panglima TNI bukan persoalan teknis administratif. Karena pasti ada masalah lain yang membuat Panglima TNI tidak bisa masuk ke Amerika Serikat.
"Sebab kan kita tahu, Amerika dalam sejarahnya memang negara yang suka intervensi negara lain. Jadi kita juga waspada, apa maksudnya gitu," ujar Fahri di Gedung DPR, Jakarta, Senin (23/10/2017).
Fahri menduga, ada maksud tertentu dibalik penolakan kedatangan Gatot yang diundang Panglima Angkatan Bersenjata AS, Jospeh Dunford, dalam konferensi Defence conference on country violent Extremist organizations (VEOs) pada 23-24 Oktober mendatang.
Fahri menilai Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat atau pihak yang mengundang Gatot beserta istri dan delegasi juga harus memberi keterangan resmi serta bertanggungjawab atas kejadian ini.
Diperhitungkan
Penolakan otoritas keimigrasian Amerika Serikat terhadap Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo jangan hanya dilihat dari sisi negatifnya.
"Ada hikmahya, yakni Gatot cukup diperhitungkan sebagai tokoh, baik di dalam dan luar negeri" kata aktivis yang juga sebagai inisiator Garuda Nusantara Center, Andrianto lewat pesan singkat yang diterima wartawan, Senin (23/10)
Bukan tanpa alasan, lanjut Andrianto, akhir-akhir ini personal Gatot tengah memuncak dalam beberapa lembaga survei lantaran sikap nasionalis yang ditunjukkan mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) itu.
Aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Jamil mengaku geram dengan penolakan, dan mempertanyakan mengapa Amerika menolak kedatangan Panglima TNI.
"Kita jelas sangat marah dengan kejadian ditolaknya Panglima TNI masuk Amerika, mengapa ditolak, apa salah pak Gatot," ujar Jamil kepada wartawan di Jakarta, Senin (23/10/2017).
Seperti diketahui Jenderal Gatot siap berangkat dengan maskapai Emirates pada Sabtu (21/10/2017) kemarin sekira pukul 17.50 WIB. Namun kemudian ada pemberitahuan dari Custom and Border Protection AS bahwa dia tak boleh memasuki wilayah AS.
Jenderal Gatot dan pihak TNI pun kecewa. Padahal Panglima TNI hendak menghadiri acara Chiefs of Defense Conference on Country Violent Extremist Organization (VEOs), yang akan dilaksanakan pada 23 dan 24 Oktober di Washington, DC.
"Kecewa. Undangan itu dikirim oleh Jenderal Amerika Serikat Joseph F Duford yang merupakan sahabat senior Panglima (Gatot)," kata Kapuspen TNI Mayjen Wuryanto dalam jumpa pers, Minggu (22/10/2017) di kantor Panglima TNI, Jl Medan Merdeka Barat.
Diketahui Pemerintah AS telah memastikan mencabut larangan atas kedatangan Panglima TNI. Hal tersebut disampaikan Wakil Duta Besar AS di Indonesia ketika menggelar pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi di Kantor Kemenlu, Jakarta Pusat pada Senin (23/10/2017) pagi.
Selain itu, melalui Wakil Dubes AS, Pemerintah AS secara resmi melayangkan permohonan maaf atas peristiwa pelarangan itu. Pemerintah AS, menurut Retno, mengakui bahwa kebijakannya itu menyebabkan ketidaknyamanan hubungan Indonesia-AS.
AS berharap Jenderal Gatot tetap datang ke AS demi memenuhi undangan Panglima Angkatan Bersenjata Amerika Serikat (AS) Jenderal Joseph F Dunford dalam acara Chiefs of Defense Conference on Countering Violent Extremist Organization pada 23-24 Oktober di Washington DC. [htc]