www.gelora.co - Pembangunan infrastruktur penting demi kemajuan bangsa, namun pelaksanaannya harus memperhatikan kemampuan keuangan negara. Bila bujetnya tidak realistis, dampaknya justru dikhawatirkan bakal membuat perekonomian negara terpuruk.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, selama tiga tahun Pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla ada plus dan minusnya. Dari segi kekurangannya, Yustinus menyoroti soal ambisi pemerintah untuk membangun infrastruktur. Tetapi, dari segi bujet tidak realistis.
"Kita butuh keduanya, sehingga (seharusnya) bersifat realistis. Memaksakan peningkatan penerimaan pajak dalam jangka pendek sangat tinggi, suka atau tidak, pasti esktensifikasi dan mendistorate wajib pajak. Perekonomian juga akan tergerus pertumbuhannya, sehingga double impact. Duitnya nggak dapat, ekonominya slow down," ujar Yustinus di Jakarta yang dirilis laman seruji baru-baru ini.
Terkait ketaatan pajak, dia mengingatkan agar pemerintah lebih baik melakukan dengan pelan saja tetapi diikuti dengan perbaikan tata kelola perpajakan yang fundamental. Misalnya dengan mempercepat revisi undang-undang pajak dan meningkatkan kompetensi petugas pajak. "Itu lebih baik daripada penegakkan hukum (law enforcement) tetapi tidak terukur," katanya.
Penegakkan hukum, kata Yustinus, memang perlu dilakukan. Sebab, tanpa penegakan hukum akan pincang. "Dua tahun masih tersisa, saya kira teruskan saja reformaso. Tidak usah menuruti kebutuhan, misalnya infrastruktur yang terlalu tinggi," sambungnya.
Seperti diketahui, realisasi penerimaan pajak tahun 2017 diperkirakan hanya 89 persen. Namun, untuk menggenjot penerimaan pajak disarankan tidak perlu progresif karena justru akan berakibat kontrapoduktif.
"Saya kira tiga bulan tidak (berutang lagi), karena kalau kita hitung 90 persen kok penerapanya. Dengan penerimaan 89 persen, defisit 2,87 persen, cukup aman," ungkap dia.
Bagaimana bila infrastruktur yang sudah terlanjur dibangun disetop dan akhirnya mangkrak?
Menurut Yustinus, infrastruktur mangkrak tak masalah. Tetapi, pemerintah akan lebih bijak jika memilah kembali infrastruktur mana yang paling penting untuk diselesaikan pembangunannya daripada masyarakat tidak mendapatkan apa pun hasil pembangunan tersebut.
Kendati demikian, Yustinus memuji keberhasilan Jokowi mengeluarkan dua kebijakan terkait perpajakan, yaitu tax amnesty dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Automatic Exchange of Information (AEoI).
Pengampunan pajak atau tax amnesty bisa menjadi momentum titik balik kesadaran pajak. Sementara AEoI, dinilai sebuah prestasi karena tidak disangka-sangka Indonesia lebih cepat memasuki era keterbukaan informasi di dunia.
"Nah PR (pekerjaan rumahnya) segera pilih Dirjen yang ngerti harus menjalankan apa, yang bisa menindaklanjuti tax amnesty dan AEoI yang integritasnya kuat. Karena harus diingat, dua tahun ke depan tahun politik, ini tidak mudah bagi ekonomi dan fiskal kita," pungkasnya. [smc]