www.gelora.co - Jaga harmoni dari 1.340 suku itu bukan tugas mudah. Plus maintain pertahanan dan kedaulatan 17 ribu pulau. Dengan budget minim, tentunya. Di tengah era reformasi bablas. Di mana banyak komunis bermantel reformis sukses dapAt panggung. Bebas bernyanyi. Sebar hoax. Tuduh siapa saja sebagai anti keberagaman. Sungguh, itu tugas berat.
Itu tugas TNI. Jenderal Gatot sanggup. Belakangan dia buka beban tambahan. Yaitu target swasembada pangan. Ancamannya dia dipecat.
Saya terlibat aksi reformasi sejak 97. Saya alami perubahan sikap TNI. Terasa betul, sekarang TNI lebih banyak di barak. Sampai-sampai publik ngga tau lagi siapa nama Danjen Kopassus, Pangkostrad, Pangdam Jaya. Bahkan KSAD Jenderal Mulyono pun jarang muncul di koran. Jenderal Polisi Tito jauh lebih terkenal.
Supremasi sipil terasa. TNI diam saat Panglima Gatot dicibir 'lebay' oleh Charles Honoris. Fenomena ini sulit dibayangkan terjadi bila Jenderalnya masih Benny Moerdani. Tentara juga tidak benar-benar mencari bandit bernama Iwan Bopeng yang rusuh di putaran pertama pilgub.
Sekali pun demikian, TNI masih dicintai rakyat. TNI adalah faktor yang bikin putaran kedua pilgub Jakarta berjalan aman. Setelah TNI turun, 8 ribu kecurangan pilkada diminimalisir. Demokrasi mulus. Anies Sandi menang mutlak. Seluruh relawan ASA, kader Gerindra dan PKS mesti berterima kasih kepada TNI dan Jenderal Gatot. Tanpa mereka, bandit macam Iwan Bopeng akan mendistorsi demokrasi kita.
Sukses ini justeru dirasa sebagai kepedihan oleh komunis bermantel reformis. Presiden ditekan copot Panglima TNI dan Menteri Pertahanan. Alasannya dibuat-buat.
Tekanan sipil ini hanya terjadi di era reformasi bablas. Reformis gadungan itu menarget Menhan Ryamizard Ryacudu dan Panglima TNI. Keduanya dinilai sebagai penyebab kemacetan reformasi pertahanan. Aneh bin ajaib. Lembaga sipil itu mungkin ngga tau bahwa di RDP dengan Komisi I DPR RI, Jenderal Gatot sempat mengeluh soal Permenhan No. 28 Tahun 2015. Yang teken ya Menhan Ryacudu.
Permenhan ini preteli kewenangan Panglima TNI. Sekjen Partai Gerindra, Ahmad Muzani sampai bilang, Permenhan ini bikin Panglima ibarat jenderal tanpa pasukan.
Tapi kok, keduanya (Panglima TNI dan Menhan) disasar oleh kaum reformis gadungan.
Bahkan Jenderal Gatot dituduh hendak kudeta oleh agen komunis asing. Kasian Jenderal Gatot. Dia berjasa mengamankan pilkada Jakarta, thus berarti menjaga presiden dan keamanan masyarakat.
Saya kira, saat ini ulama dan rakyat hanya percaya kepada TNI. Di mana-mana, di level grassroot, respek terhadap TNI dan Panglima Gatot sangat tinggi. Saya ingat, sewaktu jedah komersial ILC, mayoritas undangan mengelukan Jenderal Gatot.
Lembaga sipil, reformis gadungan, pluralis palsu sebaiknya tidak terlalu jauh mengobok-obok TNI. Rakyat akan solid menyatu dengan TNI bila rongrongan semacam ini terus dilakukan. Bravo TNI.
Oleh: Zeng Wei Jian* [smc]