Tok Tok Tok...Myanmar Bersalah atas Genosida Rohingya

Tok Tok Tok...Myanmar Bersalah atas Genosida Rohingya

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Myanmar bersalah melakukan genosida terhadap warga Rohingya. Itu adalah keputusan yang diumumkan Permanent Peoples' Tribunal (PPT) di Kuala Lumpur, Malaysia, Jumat (22/9).

Lembaga yang beranggota 66 negara itu akan menyerahkan rekomendasi mengenai kasus Myanmar ke PBB dan ASEAN.

PPT merupakan lembaga independen yang berisi pakar hukum dari berbagai negara. Berdiri pada 24 Juni 1979, mereka membahas pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Khusus kasus Myanmar, ada tujuh hakim yang terlibat. Yakni, Daniel Feirstein dari Argentina, Nursyahbani Katjasungkana dari Indonesia, Shadi Sadr dari Iran, Gill H. Boehringer dari Australia, Nello Rossi dari Italia, Helen Jarvis dari Kamboja dan Australia, serta Zulaiha Ismail dari Malaysia.

Mereka melakukan proses dengar pendapat selama lima hari di Fakultas Hukum University of Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia.

Setelah melihat bukti-bukti, mendengarkan kesaksian dari para pakar, dokumentasi, dan juga pernyataan dari sekitar 200 korban, panel hakim sepakat menyatakan bahwa negara yang dipimpin Presiden Htin Kyaw itu bersalah.

Para hakim juga membuat 17 rekomendasi. Di antaranya, pemerintah Myanmar harus menghentikan kekerasan terhadap minoritas muslim serta mengamandemen konstitusi.

Mereka juga menyarankan agar undang-undang yang diskriminatif dihapuskan. "(Myanmar) harus menjamin kebebasan akses dan visa bagi tim pencari fakta PBB untuk menyelidiki kekejian terhadap Rohingya, Kachin, dan kelompok lain di Myanmar," ujar Gill H. Boehringer saat membacakan putusan.

Kachin adalah negara bagian yang berbatasan dengan Tiongkok. Konflik di Kachin juga telah berlangsung bertahun-tahun.

Dia menambahkan, komunitas internasional harus membantu negara-negara jujukan pengungsi seperti Bangladesh dan Malaysia.

Keputusan PPT itu sebenarnya tak berarti apa-apa bagi pemerintah Myanmar. Sebab, mereka tak bisa menjatuhkan sanksi apa pun.

Karena itulah, temuan, putusan, dan rekomendasi dari Permanent Peoples' Tribunal tersebut akan diserahkan ke lembaga internasional seperti ASEAN dan Mahkamah Kriminal Internasional (ICC). Diharapkan, mereka bisa menekan pemerintah Myanmar untuk menjalankan rekomendasi tersebut.

Sementara itu, Perdana Menteri (PM) Bangladesh Sheikh Hasina mengusulkan agar ada safe zone di Myanmar yang disupervisi PBB.

Dengan begitu, penduduk Rohingya tidak perlu melarikan diri ke negara tetangga. Dia juga berharap para pengungsi bisa kembali ke Myanmar dengan selamat.

"Kami ngeri melihat pemerintah Myanmar meletakkan ranjau darat di sepanjang perbatasan untuk mencegah penduduk Rohingya kembali ke Myanmar," terang Hasina saat di rapat umum PBB Kamis lalu (21/9).

Sejak konflik mencuat 25 Agustus lalu, Bangladesh telah menampung 420 ribu pengungsi. Kondisi yang memprihatinkan membuat para pengungsi tersebut berusaha masuk ke India.

Namun, mereka ditolak mentah-mentah. Penjaga perbatasan India menggunakan granat berisi bubuk cabai dan granat kejut untuk mengusir penduduk Rohingya.

"Kami tidak ingin melukai maupun menangkap mereka, tapi kami tidak menoleransi kedatangan Rohingya di tanah India," ujar salah seorang pejabat senior Border Security Force (BSF) di New Delhi, India. [jpnn]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita