www.gelora.co - Beberapa hari ini masyarakat yang masuk kategori wajib pajak (WP) dihebohkan dengan pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menyebutkan sudah ada aturan sejak lama bahwa barang seperti ponsel (HP) dan sepeda menjadi yang masuk dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak.
Diklaim Menkeu barang itu termasuk harta yang ikut dilaporkan dan bisa dipajaki. Pernyataan ngawur dan terkesan emosional Menkeu itu menjawab kritikan dari tokoh ekonomi nasional Rizal Ramli yang tak sependapat barang seperti HP dipajaki.
“Saking paniknya uber setoran cicilan utang, HP harus didaftarkan sebagai harta. Depresiasi HP itu sangat tinggi, kok ilmunya cuma segitu Mbok Srie,” kritik Menteri Perekonomian di era Presiden Gus Dur itu belum lama ini.
Setelah itu, Sri Mulyani mengklaim, ada aturan di tahun 2000 yang menyebutkan bahwa HP dan juga sepeda bisa didaftarkan sebagai harta untuk dipajaki.
Atas komentar Menkeu itu, menurut analis ekonomi politik, Abdul Rachim Kresno menyebut sikap Menkeu yang seperti itu bentuk perilaku yang manipulatif
“Orang disuruh baca UU Pajak tahun 2000 soal HP. Mana ada UU ngatur sepeda dan HP (dipajaki)? Itu manipulatif,” kritik Abdul Rachim seperti dalam keterangan yang diterima, Kamis (21/9).
Jadi, kata dia, Menkeu bilang HP dan sepeda harus masuk SPT dan itu sudah diatur dalam UU/Keputusan Menkeu tahun 2000. “Itu pernyataan yang masuk kategori hoax (ujaran sesat). Menkeu kok bikin hoax,” ujarnya.
Dia menegaskan, UU Nomor 16 tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan itu diundangkan 2 Agustus 2000. Dan ditandatangani oleh Presiden Abdurrahman Wahid.
“Dan itu diundangkan oleh Mensekneg Djohan Effendi. Dan tidak ada kata-kata ‘harus melaporkan HP, sepeda, dll’. Bahkan hanya disebutkan bahwa pengisian SPT harus dilengkapi dengan laporan keuangan. Itu bukti Sri Mulyani manipulatif,” kritik dia lagi.
Dia menambahkan, Keputusan Menteri Keuangan Priyadi (almarhum) No. 569/KMK.04/2000 itu juga tidak menyebut-nyebut soal sepeda dan HP hanya soal pajak kendaraan bermotor.
“Jadi, essensinya itu collection effisiency dan keberpihakan. Kalau serampangan gini (seperti cara SMI) akhirnya akan menggerogoti elektabilitas Jokowi di tataran menengah ke bawah,” katanya.
“Mestinya, jangan uber yang sing printil (usul Mbok seperti: pajak petani tebu, menurunkan batas kena pajak (PTKP), hp & sepeda, serta mewajibkan NPWP mahasiswa). Fokus saja kejar pajak kalangan ‘big fish’ (pengusaha besar) + PMA (Penanaman Modal Asing),” imbuh dia.
Kalangan ‘big fish’ dan PMA itu selama ini selalu diloloskan kewajiban untuk bayar pajaknya. Untuk itu, Mnekeu diminta fokus ke mereka dan jangan mencari yang kecil-kecil.
“Jadi jangan uber yang sing printil (pajak kelas teri) di atas. Bahkan kalau itu, untuk barang HP dan sepeda di atas Rp 10 juta mungkin bisa dipajaki,” jelas dia. [akt]