Siapa Berani Larang Gatot

Siapa Berani Larang Gatot

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo pasang badan soal seruan nonton bareng film G30S/ PKI di jajaran militer. Gatot tegas mengatakan itu adalah instruksi dari dirinya. Dan yang bisa menghentikannya hanya Presiden Jokowi. Kalau sudah begitu, siapa yang berani melarang Gatot.

"Iya itu memang perintah saya, mau apa? Yang bisa melarang saya hanya pemerintah," tegas Jenderal Gatot seusai ziarah di Makam Bung Karno (MBK), di Bendogerit, Blitar, kemarin. 

Pernyataan Gatot ini menanggapi riuh masyarakat ihwal rencana jajaran TNI nobar film G30S/PKI. Beredar kabar berantai di media sosial, jika TNI hendak melakukan nobar di daerah-daerah. Menjadi polemik, karena film buatan rezim Orde Baru itu telah dilarang semenjak Soeharto tumbang. 

Film yang disutradarai oleh Arifin C Noer ini wajib disiarkan di televisi nasional sejak 1984. Setiap 30 September malam, film itu diputar dan ditonton seluruh rakyat. Sejak reformasi, film itu tidak lagi ditayangkan. 

Menjadi polemik, karena film itu menampilkan kekerasan mulai dari menculik tujuh jenderal, hingga di masukkan ke Lubang Buaya, Pondok Gede, Jakarta yang kini menjadi monumen Pancasila Sakti. Sebagian pihak, meragukan sejumlah fakta yang disajikan dalam film itu. 

Nah, saat ditanya mengenai materi film itu masih menjadi polemik, Gatot mengatakan menonton film tersebut merupakan upaya meluruskan sejarah. Dasar intruksi itu, Gatot menegaskan hanya menunjukkan fakta yang terjadi. 

"Biarin aja, saya nggak mau berpolemik. Ini juga upaya meluruskan sejarah. Saya hanya ingin menunjukkan fakta yang terjadi saat itu. Karena anak-anak saya, prajurit saya, masih banyak yang tidak tahu," jelasnya. 

Tepat di lokasi Gatot berdiri, yaitu area makam proklamator, Gatot bercerita bahwa Presiden Soekarno sendiri pernah memberi pesan untuk tidak melupakan sejarah. "Sejarah itu jangan mendiskreditkan. Ini hanya mengingatkan pada anak bangsa, jangan sampai peristiwa itu terulang. Karena menyakitkan bagi semua pihak. Dan korbannya sangat banyak sekali," ucapnya. 

Gayung bersambut, di tempat terpisah, Presiden Jokowi sepertinya merestui kehendak Gatot untuk nobar film G30S/PKI di jajaran TNI. Presiden, tidak mempersoalkannya. Namun, Jokowi berharap agar film itu diproduksi ulang agar pesannya dapat diserap generasi muda. 

"Akan tetapi, untuk anak-anak milenial, tentu saja mestinya dibuatkan lagi film yang memang bisa masuk ke mereka. Biar ngerti mereka bahaya komunisme. Biar mereka tahu juga mengenai PKI," kata Jokowi saat ditemui di Desa Mangunsuko, Kecamatan Dukun, Magelang, Jawa Tengah, kemarin. 

Jokowi berharap adanya versi baru film tersebut diharapkan bisa dimengerti dengan baik oleh generasi milenial. "Ya akan lebih baik kalau ada versi yang paling baru. Agar lebih kekinian, bisa masuk ke generasi-generasi milenial," ujarnya. 

Pun demikian dengan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Kemendagri, katanya, tidak dalam posisi memberikan izin atau melarang. "Setahu saya tidak ada peraturan atau larangan dari Kemendagri," kata Tjahjo melalui pesan singkat, kepada wartawan, kemarin. 

Memang, film yang bertajuk penumpasan penghianatan G30S/PKI hingga kini menuai pro dan kontra di masyarakat. Namun, Tjahjo menegaskan pemerintah tidak dalam posisi mengizinkan atau melarang. "Nonton silakan, tidak silakan," ujarnya. 

Nah, bagaimana film yang telah diputar puluhan tahun kemudian disetop pemutarannya setelah rezim berganti? Sejarawan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Asvi Warman Adam mengatakan, film itu disetop atas permintaan masyarakat, salah satunya Perhimpunan Purnawirawan Angkatan Udara Republik Indonesia (PPAURI). 

"Film itu dirasa mendiskreditkan TNI Angkatan Udara," kata Asvi. "Karena dulu diwajibkannya nggak pakai surat, maka menghentikannya juga tidak pakai surat. Menghentikannya ya lewat pejabat saja, waktu itu adalah Menteri Penerangan Yunus Yosfiah," kata Asvi. 

Menanggapi ini, Direktur Sinergi masyarakat untuk demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahuddin berkelakar siapa yang bisa berani larang Gatot untuk menghentikan nobar di jajaran TNI. "Ya siapa yang mau melarang," kata Said. 

Meski begitu, Said berharap agar masyarakat tidak lagi diperkeruh suasananya dengan isu PKI. Pasalnya, secara organisasional PKI sudah selesai. Namun, secara politik, jika isu ini dimainkan terus bisa menguntungkan Gatot secara politik menuju Pilpres 2019. 

"Kalau terjadi kericuhan, nanti yang naik namanya adalah TNI sebagai pelindung negara dan masyarakat. Nah, pas 2019 Gatot pas pensiun, dia bisa mendapat banyak simpati masyarakat," katanya. 

Seperti diketahui, sentimen PKI kembali muncul beberapa hari ini. Kemarin dini hari, kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) di Jakarta, dikepung massa yang meneriakkan anti-PKI. Gerombolan massa itu menuding ada diskusi aroma PKI di kantor itu. Pihak YLBHI membantahnya. 

Namun, massa tetap menggeruduk hingga dini hari kemarin. Hingga akhirnya bentrokan antara massa dan kepolisian yang berjaga tidak terelakkan. Lima orang polisi terluka saat itu, dan 22 orang dari kelompok massa diamankan. [rmol]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita