Potensi LNG Nasional Masih Cukup, Pemerintah Seharusnya Tunda Impor

Potensi LNG Nasional Masih Cukup, Pemerintah Seharusnya Tunda Impor

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www,gelora.co - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Komisi VII Rofi Munawar menilai, pemerintah seharusnya menunda rencana mengimpor gas alam cair atau Liqued Natural Gas (LNG) dari Singapura karena potensi gas di dalam negeri masih dapat memenuhi kebutuhan gas nasional.

Menurut Rofi, langkah pemerintah yang berkeras diri untuk melakukan impor gas alam cair atau Liqued Natural Gas (LNG) dari Singapura, menunjukan lemahnya kebijakan kedaulatan energi nasional dan pengelolaan Neraca gas yang tidak cermat.

"Kerasnya usaha pemerintah untuk mengimpor LNG dari Singapura membuktikan minimnya terobosan dan tidak cermat dalam mengelola neraca gas nasional," kata Rofi, dalam siaran persnya yang dikutip republika, Rabu (13/9).

Terkait polemik impor LNG dari perusahaan trader Singapura itu, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan sebelumnya mengatakan, bahwa pembelian LNG itu hanya pertukaran (swap) atau barter. Jadi, Indonesia membeli LNG Singapura, sebaliknya Singapura membeli komoditas dari Indonesia. Namun, Luhut tidak menjelaskan komoditas apa yang dibarter dengan LNG Singapura itu.

Luhut berjanji akan membeberkan masalah kesepakatan impor gas antara Singapura dengan Indonesia itu hari ini.

Rofi melanjutkan bahwa sudah sepantasnya pemerintah menunda rencana impor gas dari Singapura. Karena potensi gas di dalam negeri masih dapat memenuhi kebutuhan gas di dalam negeri.

Dia memaparkan, Produksi gas bumi Indonesia di tahun 2016 mencapai 6775 MMSCFD. Sebagian besar gas bumi tersebut yaitu 59 persen atau sebanyak 3.997 MMSCFD digunakan di dalam negeri. Sementara sisa 41 persen atau sebesar 2778 MMSCFD diekspor ke luar negeri yang terdiri dari ekspor LNG 29,36 persen dan ekspor gas pipa 11,55 persen.

Legislator asal Jawa Timur ini juga menambahkan, saat ini sebagian besar penggunaan gas dikonsumsi oleh sektor Industri di luar pupuk yaitu sebesar 23,26 persen. Khusus industri pupuk, penggunaan gas dalam negeri mencapai 9,58 persen. Sementara sektor kelistrikan mengambil porsi gas bumi dalam negeri sebesar 14,61 persen atau sebanyak 584 MMSCFD.

Kementerian ESDM mengatakan pengadaan proyek listrik 35.000 MW yang dicanangkan Pemerintah akan membutuhkan gas bumi sekitar 1100 MMSCFD. "Jika pemerintah cermat, dari angka ini terlihat bahwa Indonesia sebenarnya mempunyai potensi untuk memenuhi kebutuhan gas buminya sendiri tanpa harus melakukan impor," jelasnya.

Bahkan, lanjut Rofi, kenaikan penggunaan gas karena proyek listrik 35000 MW pun masih dapat dipenuhi oleh pasokan gas bumi dalam negeri. Di samping itu, terdapat penambahan potensi pasokan gas bumi dari dalam negeri yaitu Blok Masela.

Rofi mencontohkan, di tahun 2018 besok saja, ekspor gas bumi Indonesia ke Korea dan Jepang juga berakhir dari 3 blok gas yaitu Mahakam, Sanga Sanga, dan East Kalimantan yang mencapai 5,5 juta ton per tahun (MTPA). Semua potensi gas di 3 blok ini dapat dialihkan untuk memenuhi permintaan dari dalam negeri.

"Pemerintah harus mulai mengubah paradigma bahwa sejatinya gas bumi bukanlah komoditas ekspor, tetapi gas bumi adalah unsur penting dalam road map pencapaian kedaulatan energi dan modal dasar bagi pembangunan industri dalam negeri," ujar dia. [smc]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita