www.gelora.co - Penyidik dari Ditreksrimsus Polda Metro Jaya memeriksa terduga kasus ujaran kebencian Alfian Tanjung sebagai saksi di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Selasa (12/9), pukul 10.00 WIB.
Penyidikan terhadap Alfian ini bermula dari Laporan Polisi bernomor: LP/153/II/2017/Ditreskrimum dengan Pelapor Ifdhal Kasim, S.H.
Pemeriksaan Alfian hari ini berdasar Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Terlapor Alfian Tanjung nomor: B/11589/IX/2017/Ditreksimum tertanggal 9 September 2017 yang ditandatangani oleh AKBP Dedy Murti Haryadi, S.IK., M.Si. Selaku Kasubditkamneg Reskrimum Polda Metro Jaya terkait dugaan tindak pidana pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam Pasal 310 KUHP dan atau Pasal 311 KUHP yang terjadi di Masjid Sa'id Naum Tanah Abang Jakarta Pusat hari Sabtu tanggal 1 Oktober 2016.
Tim Advokasia Alfian Tanjung (TAAT) menilai penanganan perkara Alfian Tanjung oleh Polisi ini sejajar dengan perkara extra ordinary crime atau kejahatan luar biasa seperti teroris, korupsi, human traficking.
"Bukan saja tim hukum tapi juga masyarakat Indonesia sangat menyesalkan tindakan Polisi yang sangat bersemangat membidik Alfian Tanjung dengan cara-cara yang tidak sesuai ketentuan KUHAP," demikian keterangan tertulis TAAT.
Hal ini buntut dari kejadian yang didasarkan pada sejumlah peristiwa.
Alfian ditangkap secara tiba-tiba dan secara paksa sebelum dia keluar dari gerbang Rutan Medaeng Sidoarjo dengan puluhan aparat kepolisian Polda Jawa Timur dengan senjata lengkap.
Hal itu berdasar permintaan bantuan penangkapan dari Polda Metro Jaya terkait kasus UU ITE tentang twitnya yang dilaporkan oleh PDIP selaku organisasi bukan perorangan pada 24 Januari 2017.
Alfian yang saat itu masih berada di teras ruang tunggu Rutan dan belum keluar pintu gerbang rutan, seharusnya secara etika dan adab manusia Alfian harus benar-benar meninggalkan lingkungan Rutan Medaeng mendapatkan hak asasinya sebagai manusia untuk bebas dari tahanan sebagai amar putusan Majelis Hakim PN Surabaya.
Selanjutnya, selama Alfian ditahan di Mako Brimob dia tidak dapat ditemui oleh Kuasa Hukumnya dengan larangan larangan yg tidak jelas, hal ini sangat jelas melanggar hak asasi manusia Alfian karena dia telah ditetapkan sebagai tersangka dan karenanya dia berhak mengubungi dan ditemui Kuasa Hukum dan atau keluarganya sebagaimana diatur dalam Pasal 60, 61, 69, 70 (1) KUHAP.
Kemudian, Satu minggu sebelum Alfian diputus bebas pada tanggal 28 Agustus 2017 Polda Metro Jaya telah mengeluarkan surat perintah penyidikan bernomor: SP.Sidik/1892/VIII/2017/Ditreskrimum terkait kasus pencemaran nama baik dengan pelapor Ifdhal Kasim, S.H.
Saat ini Alfian sedang menghadapi dua kasus, yaitu kasus mengenai twitnya yang di laporkan oleh PDIP statusnya sudah tersangka dan ditahan di Mako Brimob, lalu kasus ceramah di Masjid Sa'id Naum dengan pelapor Ifdhal Kasim, statusnya masih sebagai Saksi.
Berdasar banyaknya kejanggalan dan pelanggaran KUHAP tersebut, selaku Tim Advokasi telah dan akan melakukan berbagai upaya extra litigasi untuk menghentikan kriminalisasi terhadap para ulama khususnya Alfian ini.
Karenanya mengapa Polisi sangat gigih menahan orang hanya karena kasus sederhana dan sepele yang ancaman hukumannya di bawah lima tahun tapi ditahan di Mako Brimob. Ini menunjukkan sikap Polisi yang berseberangan dengan hati nurani masyarakat, tidak mengindahkan asas praduga tak bersalah.
Status seseorang sebagai tersangka bukan berarti membuktikan ia bersalah, karenanya ia hanya "disangka" tapi mengapa Polisi memperlakukan Alfian tidak proporsional sebagaimana Polisi menangani kasus Ahok lalu.
"Tim Hukum TAAT tidak akan tinggal diam dan kami yakin siapapun penegak hukum yang dengan atau tanpa sengaja melakukan penyelewengan, penyimpangan hukum, penyalahgunaan kekuasaan akan mendapatkan karmanya di dunia dan akhirat, Allah Maha Melihat dan mengetahui rencana-rencana mereka," tukas mereka. [rmol]