Ngotot Cabut Moratorium TKI ke Timur Tengah, Nusron Dinilai Gagal Paham Nawa Cita

Ngotot Cabut Moratorium TKI ke Timur Tengah, Nusron Dinilai Gagal Paham Nawa Cita

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) menyatakan belum saatnya moratorium ke Timur Tengah dicabut. Pasalnya, belum ada perbaikan tata kelola dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI). 

Apalagi, moratorium merupakan upaya pemerintah melindungi warga negaranya. Sebab, negara melalui agenda Nawa Cita berkomitmen melindungi seluruh warga negaranya, termasuk 1,8 juta jiwa Warga Negara Indonesia yang menjadi TKI bermasalah di seluruh penjuru dunia. 

Salah satu upaya yang telah ditempuh pemerintah antara lain memulangkan para TKI bermasalah, dan setelah tiba di daerah asal akan diberdayakan melalui program-program pemberdayaan.

"Pemerintah telah berlakukan moratorium untuk melindungi TKI. Karena itu harus tetap dilakukan, khususnya Penatalaksanaan Rumah Tangga (PLRT) ke seluruh negara di Timur Tengah," kata Sekretris Jenderal SBMI Bobby Alwi melalui keterangan tertulis yang diterima JawaPos.com, Selasa (26/9).

Menurut Bobby, moratorium merupakan salah satu bentuk perlindungan kepada WNI yang memilih menjadi Buruh Migran Indonesia (BMI). 

Kebijakan tersebut, kata Bobby, diambil oleh pemerintah sebagai akibat dari banyaknya praktik bisnis penempatan buruh migran yang tidak beres. 

“Faktanya sampai saat ini belum ada perbaikan tata kelola pelayanan TKI. Jadi, pencabutan moratorium belum tepat dilakukan," papar Bobby.

Tercatat sebanyak 70 persen persoalan buruh migran bermula dari dalam negeri. Misalnya, masalah-masalah pra penempatan yang memposisikan TKI sebagai komoditi dagang. Sisanya, adalah masalah di negara tujuan yang secara kultural memang berbeda dengan Indonesia.

"Alangkah lebih baik jika penempatan di negara yang secara kultural berbeda jauh (menganggap TKI sebagai budak) dihentikan, seperti penempatan di Timur Tengah dengan banyaknya korban perdagangan manusia," jelasnya. 

Seperti kasus terbaru yang dipantau SBMI. Nasib kurang beruntung menimpa Masniah Binti Misnam (24), TKW asal Kampung Waliwis Utara, Desa Waliwis, Kecamatan Mekar Baru, Kabupaten Tangerang, Banten yang bekerja di Timur Tengah. 

Masniah dimasukkan ke tahanan di daerah Sahab, Jordania oleh majikannya yang berinisial AF dan ZM, atas tuduhan telah melakukan sihir. 

Ia juga dituduh bersekongkol dengan pencuri yang diduga telah mencuri uang majikannya sebesar 3.000 Dinar.

Hal tersebut dikatakan oleh Misnam (47), ayah kandung Masniah pada saat menyampaikan pengaduan terkait permasalahan anaknya ke Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) SBMI Banten (22/9).

Misnam berharap, pemerintah Indonesia melalui perwakilannya di Damascus bisa membebaskan dan memulangkan anaknya yang sudah 1 tahun setengah mendekam di tahanan daerah Sahab, Jordania.

Sementara Ketua DPW SBMI Banten, Maftuh Hafi mengatakan, sebenarnya Masniah masih berusia 16 tahun ketika direkrut oleh sponsor bernama Samsuri. 

Namun, kata Maftuh, Masniah tetap diproses sebagai Calon Tenaga Kerja Indonesia (CTKI) dengan tujuan penempatan ke Timur Tengah dan pada Agustus 2008, Misnam diberitahu oleh Samsuri bahwa anaknya akan diberangkatkan ke Jordania. 

Setelah 8 bulan berada di Jordan, kata Maftuh, Masniah baru bisa mengabarkan keberadaannya ke keluarga via surat.

Dalam isi suratnya Masniah bercerita bahwa majikannya susah untuk membayar gajinya dan ia tidak diberi kebebasan untuk berkomunikasi melalui telepon seluler.

“Pada bulan November 2016 yang lalu keluarga sudah pernah mengadu ke BNP2TKI, tetapi sampai saat ini masih belum ada hasil. Kami akan terus kawal kasus ini," tegas Maftuh.

Karena itu, rencana pencabutan moratorium oleh BNP2TKI sama saja dengan mempertaruhkan nyawa TKI hanya untuk kepentingan bisnis. Jika itu terjadi maka sama saja dengan menikmati keuntungan semu dari penderitaan yang dirasakan oleh banyak TKI yang disiksa. 

“Seolah-olah kita menutup mata dari buruknya kekerasan yang menimpa di negara penempatan,” keluhnya. [jwp]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita