Setnov |
www.gelora.co - Indikatornya, KPK sengaja lepas Setnov. Ngeri rupanya para komisioner KPK berhadapan dengan Setnov, maka Majelis Praperadilan mulus membebaskan Setnov dari sangkaan KPK berkorupsi EKTP, pekan lalu. Nyali Komisioner sejak awal memang sudah defisit. Ditambah blunder “mens rhea” yang hilang di kasus RS Sumber Waras. Dosa sudah ditanam, seperti menabur angin, komisioner menuai badainya.
Dua Kali KPK Lepas Setnov
Ini sudah kedua kalinya KPK melepas Setnov. Sebelumnya, putusan majelis yang menghukum dua Dukcapil Irman dan Sugiharto, 5 dan 7 tahun. Majelis malah menghapus semua nama Anggota DPR yang dituduh terlibat di BAP, karena tak terbukti menerima dana korupsi E-KTP, kecuali Miriam, Akom, dan Markus Nari.
Alasan majelis, yang terbukti hanya 3 orang itu yang menerima duit korupsi EKTP. Bahkan nama Setnov pun yang dinyatakan aktor intelektual, raib. Padahal, dalam dakwaan JPU sudah hingar bingar, 43 anggota DPR menerima aliran. Geger nasional.
Saya tak punya keraguan kecanggihan teknik yuridis KPK. Itu cuma seputar hukum pembuktian. Tak lebih. Cukup ilmu hukum sarjana hukum, S1. Tapi toh, KPK tak lulus. Tak ada bukti anggota DPR terima duit korupsi, disebutnya di BAP menerima aliran. Maksudnya apa?
Sekarang terulang lagi. Praperadilan Setnov dikabulkan Hakim Cepi Iskandar. Pertimbangannya: bukti yang diajukan KPK sebagai bukti permulaan, bukan bukti atas kejahatan Setnov yang dituduhkan KPK, melainkan bukti kejahatan orang lain.
Lho, piye toh? Artinya, materi bukti permulaan saja, KPK tak paham. Jatuhnya bukti palsu! Ya jelas ditolak. Bahkan oleh sarjana hukum yang paling bego, niscaya ditolak. Mentersangkakan Setnov dengan bukti kejahatan orang lain. Apa maksudnya?
KPK ceroboh? Ya enggaklah. Ceroboh untuk kasus Rp 5,3 triliun? Sebab, Setnov pertaruhan segalanya. Setnov lolos, anggota DPR lain yang sudah masuk BAP, lolos. Setnov kena, ruling party kena. Perma No 13 tahun 2016 tentang tata cara penanganan korporasi sudah menunggu. Parpol adalah korporasi yang dalam BAP, PDIP dan Golkar dinyatakan menerima aliran dana. Gawat, tutup saja itu kasus!
Masih ada kesempatan bagi KPK untuk menerbitkan Sprindik baru untuk Setnov. Tapi hasilnya akan sama saja. Pertama, KPK tak punya bukti permulaan. Kedua, ini yang seru, penyidik KPK tak mampu mengenali mana bukti mana bukan. Ketiga, KPK sudah capek digoyang Hak Angket KPK. Keempat, KPK sejak awal subtansinya membuka kasus EKTP untuk memulihkan nama baiknya yang tercemar tersandung Ahok.
Kelima, rezim Jokowi tak menguntungkan untuk dilawan, sementara yang terbanyak terlibat EKTP adalah tokoh terkemuka Golkar dan PDIP, bisa rontok keduanya dan merembet ke Bina Graha. Keenam, niscaya fatal bagi komisioner ke depan jika deal dengan rezim Jokowi diingkari, Agus bisa lengket sungguhan di bui.
Ketujuh, jika Setnov tak bisa diselamatkan, Golkar akan jalankan senjata pamungkasnya, yaitu JITIBEH (mati siji mati kabeh), Papa Minta Saham yang menyeret Presiden Jokowi dan LBP untuk memaksa kekuasaan menggunakan power. Jika tak bisa cara itu, bubarkan saja KPK. Toh, sudah 9 KPK dibubarkan, 2 dibikin mati suri. [tsc]
Oleh Djoko Edhi Abdurrahman