Janji Jokowi Tuntaskan Kasus HAM Dinilai Buaian Belaka

Janji Jokowi Tuntaskan Kasus HAM Dinilai Buaian Belaka

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Pemerintahan Jokowi-JK dianggap tidak berbeda jauh dengan rezim Orde Baru, dalam penegakkan hak asasi manusia (HAM) di tanah air. Hal ini ditunjukkan dengan minimnya tindakan pemerintah dalam mengusut tuntas kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada masa lalu.

Padahal, pada masa kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 lalu, Jokowi sempat menjanjikan akan mengusut tuntas pelanggaran HAM yang terjadi pada masa lalu.

Kepala Divisi Penuntasan Impunitas Komnas HAM, Feri Kusuma menyatakan, realisasi dari janji tersebut masih nol.

“Disebut dalam Nawacita akan menyelesaikan kasus HAM masa lalu secara berkeadilan dan menghapuskan impunitas. Ini yang diharapkan oleh masyarakat,”ungkap Feri di Kantor Amnesty Internasional Indonesia di Jakarta Pusat, Senin (11/9).

Memasuki tahun ketiga pemerintahan Jokowi, Feri melihat belum ada kemajuan berarti dalam penanganan kasus HAM seperti yang dijanjikan. Sebaliknya, ia berpandangan jika Jokowi justru terindikasi akan mengabaikan janji-janji kampanye.

Hal ini tampak jelas dengan masuknya mantan Panglima ABRI Wiranto, yang menduduki posisi Menkopolhukam dalam Kabinet Kerja. Seperti yang diketahui, Wiranto diduga bertanggung jawab dalam kasus Trisakti dan Semanggi yang terjadi pada rentang 1998-1999 silam.

“Kita melihat bahwa impunitas semakin tebal bahkan aktor yang diharap diproses dan bertanggung jawab juatru mendapat peran strategis kondisi seperti ini semakin memberikan pesan bahwa harapan semakin berat, semakin jauh dari pernyataan,” tambah Feri.

Selain itu, Feri menyebut jika pemerintah juga kerap menjauhkan para keluarga korban pelanggaran HAM dari keadilan. Hal ini pun dianggapnya mirip dengan apa yang dilakukan oleh Orde Baru pada beberapa dekade silam.

“Kalau situasi begini itu permasalahan semakin tidak terselesaikan beban barat pada pemerintahan jokowi akan bertambah jika tidak diselesaikan,” jelasnya.

Di tempat yang sama, Direktur Amnesti International Indonesia, Usman Hamid menyatakan masih ada tujuh berkas kasus pelanggaran HAM masa lalu yang harus dituntaskan oleh pemerintah. Ketujuh kasus tersebut adalah pembunuhan massal 65, Talangsari, Tanjung Priuk, Penculikan aktivis pro demokrasi pada 97-98 dan kasus penembakan mahasiswa pada awal masa Reformasi.

Menurut Usman, ketujuh kasus ini seharusnya dilanjutkan penyidikannya oleh Jaksa Agung. Namun, Jaksa Agung justru berdalih bahwa kelanjutan penyidikan pelanggaran HAM masa lalu memerlukan adanya pengadilan HAM ad hoc.

Pendirian pengadilan HAM ad hoc sendiri memerlukan Keputusan Presiden (Keppres) yang diterbitkan berdasar usulan dari DPR. Sementara itu, Presiden tak kunjung mengeluarkan Keppres karena DPR juga tak memberikan usulan mengenai hal tersebut.

“Jadi yang paling bertanggung jawab Presiden dan DPR,” ujarnya menyudahi. [akt]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita