www.gelora.co - Seminar 'Pengungkapan Kebenaran Sejarah 1965/1966' ditunda oleh panitia. Rencana awal acara akan berlangsung 16 dan 17 September. Selain penolakan dari berbagai kelompok, polisi juga melarang karena tak diberitahu sebelumnya.
Selang sehari pengepungan kembali terjadi. Minggu (17/9) malam massa kembali datang. Mereka minta acara dibubarkan. Pihak panitia menegaskan jika diskusi tidak ada kaitannya dengan komunisme. Materinya mengenai darurat demokrasi.
Kericuhan akhirnya tak dapat dihindarkan. Sejumlah pendemo dan aparat terluka. Polisi mengamankan beberapa orang. Nama Mayjen Purnawirawan Kivlan Zen disebut-sebut.
Ketua Bidang Advokasi YLBHI, Muhammad Isnur mengatakan, Kivlan berada di balik mobilisasi massa dan penyerangan. Aksi terjadi pada Minggu (17/9) malam hingga Senin (18/9) dini hari.
"Kami tulis dua nama, pertama itu Kivlan Zen dan yang kedua adalah Rahmat Himran yang merupakan anggota Presidium 313," katanya.
Tudingan yang dilayangkan kepada Kivlan karena pada hari Jumat (15/9), Isnur membaca berita di sebuah media online bahwa dia memimpin rapat di kawasan Menteng untuk membubarkan diskusi.
"Rapat koordinasi persiapan pembubaran seminar komunis, begitulah bahasanya. Itu (rapat) di Menteng 58. Saya enggak tahu itu hari Jumat atau Kamis (rapatnya) tapi beritanya diposting hari Jumat," jelasnya.
Kivlan akhirnya melaporkan Isnur ke Bareskrim Polri. Kivlan mengakui hadir di Menteng 58 karena diundang oleh anak-anak muda yang rapat di tempat tersebut. Dia mengaku datang bukan untuk memimpin rapat, tapi dimintai pendapat oleh pihak yang menggelar rapat.
"Saya datang untuk memberikan nasihat. Tapi nasihat saya jangan lakukan kerusuhan. Jangan masuk di halaman karena akan (kena) delik hukum," katanya ditemui di Bareskrim Polri di Gedung KKP, Selasa (19/9).
Kivlan mengungkapkan, diskusi yang dilaksanakan LBH Jakarta itu dapat berujung pada tuntutan pencabutan TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966, sehingga PKI hidup kembali. Para pemuda yang mengundangnya rapat ini disebut Kivlan ialah mereka yang sadar akan keselamatan bangsa dan negara.
"Mereka mau demo untuk menghalangi orang-orang yang mau melawan TAP MPRS," tegasnya.
Kivlan mengaku mendapat laporan dari orang yang berada di dalam LBH Jakarta saat acara berlangsung. "Melihat jadwal dan data-data yang saya terima melalui online. Sudah kelihatan ada rapatnya di sana. Ada orang saya di dalam yang ikut," tuturnya.
Orangnya ini, kata Kivlan, melaporkan bahwa diskusi tetap jalan walaupun acara telah ditutup. "Semuanya saya tahu tetap jalan," ujarnya.
Ia pun mendapat laporan saat itu ada peserta diskusi yang keluar dari kantor LBH Jakarta menggunakan kaos berlambang palu arit. "Saya dengar ada yang keluar pakai lambang palu arit, keluar dari kantor itu, LBH," ungkapnya.
Ia pun menuding saat acara berlangsung ada yang menyanyikan lagu genjer-genjer, lagu yang identik dengan PKI. "Lagu genjer-genjer adalah lagu perangnya PKI ketika menyerang pakai lagu genjer-genjer. Itu yang saya dengar," ungkapnya.
Kapolda Metro Jaya Irjen Idham Azis mengaku belum mengetahui dalang pengepungan Kantor YLBHI. Idham menyarankan, LBH Jakarta melaporkan adanya aktor intelektual pengepungan kantor mereka kepada pihaknya.
"Belum dong (panggil atau periksa), kan kalau polisi tidak begitu cara kerjanya. Kalau orang LBH memang punya bukti-bukti kan dia lapor saja ke polisi," katanya di Polda Metro Jaya, Selasa (19/9).
Dia menambahkan, pihaknya pasti akan menindaklanjuti laporan dari masyarakat. Oleh karena itu, jenderal bintang dua ini menegaskan, kalau polisi tidak bisa sembarangan memanggil orang untuk diperiksa dalam kasus apabila tidak ada laporan terlebih dulu.
"Nanti dari laporannya baru kita tindaklanjuti. Standar kerja polisi tidak seperti itu," tandasnya. [mdk]