Inilah Puisi Taufik Ismail yang Membuat Anak Aidit PKI Marah-Marah

Inilah Puisi Taufik Ismail yang Membuat Anak Aidit PKI Marah-Marah

Gelora News
facebook twitter whatsapp


www.gelora.co - Pada tahun 2016, penyair Taufik Ismail mendapat cemoohan dari para korban tragedi 1965 yang menghadiri Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965 di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, tepatnya pada Selasa (19/4/2016).

Saat itu, di sela-sela simposium, panitia simposium meminta Taufik Ismail untuk tampil membacakan sebuah puisi. Namun, ketika puisi dibacakan, Taufik mendapat respons negatif dari sejumlah peserta simposium yang hadir.

Bahkan, Ilham Aidit, anak dari Dipa Nusantara Aidit, yang menjadi salah satu peserta simposium, berteriak ke arah Taufik. “Provokator!”

Kemudian, peserta lain pun mengikuti sikap Ilham.

Inilah isi dari puisi yang dibacakan oleh penyair Taufiq Ismail

Dua orang cucuku bertanya tentang angka-angka

Datuk-datuk , aku mau bertanya tentang angka-angka

Kata Aidan, cucuku laki-laki

Aku juga, aku juga, kata riani cucuku yang perempuan

Aku juga mau bertanya tentang angka-angka

Rupanya mereka pernah membaca bukuku tentang angka-angka dan ini aga mengherankan

Karena mestinya mereka bertanya tentang puisi

Tetapi baiklah,

Rupanya mereka di sekolahnya di SMA ada tugas menulis makalah

Mengenai puisi, dia sudah banyak bertanya ini itu, sering berdiskusi

Sekarang Aidan dan Raina datang dengan ide mereka

Menulis makalah dengan angka-angka

Begini datuk,

Katanya ada partai di dunia itu membantai 120 juta orang, selama 74 tahun di 75 negara

Kemudian kata Aidan dan Raina, ya..ya.. 120 juta orang yang dibantai

Setiap hari mereka membantai 4500 orang selama 74 tahun di 75 negara

Kemudian cucuku bertanya

Datuk-datuk, ko ada orang begitu ganas?

Kemudian dia bertanya lagi,

Kenapa itu datuk? Mengapa begitu banyak?

Mereka melakukan kerja paksa, merebut kekuasaan di suatu negara

Kerja paksa

Kemudian orang-orang di bangsanya sendiri berjatuhan mati

Kerja paksa

Kemudian yang kedua

Sesudah kerja paksa,

Program ekonomi di seluruh negara komunis tidak ada satupun yang berhasil

Mati kelaparan, bergelimpangan di jalan-jalan

Kemudian yang ketiga,

Sebab jatuhnya puisi ini

Sebabnya adalah mereka membantai bangsanya sendiri,

Mereka membantai bangsanya sendiri

Di Indonesia

Pertamakali dibawa oleh Musso, dibawa Musso.

Di Madiun mereka mendengarkan pembantaian



[imi]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita