www.gelora.co - Wakil Ketua DPR sekaligus Waketum Gerindra Fadli Zon mendesak Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengungkap institusi yang memesan 5.000 senjata ilegal. Fadli yakin institusi yang memesan senjata ilegal bukanlah BIN seperti yang disebut Menko Polhukam Wiranto.
"Kalau Panglima TNI berbicara seperti itu, harusnya ada data pendukung yang kuat, bukan hanya bicara. Karena itu, menurut saya, perlu ada klarifikasi dari institusi yang disebut. Tapi Panglima TNI tidak menyebut nama institusinya," ujar Fadli di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (25/9/2017).
"Saya yakin kok, itu juga bukan institusi yang beredar ya, apakah BIN atau Polri. Mungkin ini yang perlu diklarifikasi," tambah dia.
Wiranto sebenarnya sudah mengklarifikasi isu pembelian 5.000 senjata api ilegal. Wiranto menyebut BIN sebagai pihak yang memesan senjata, jumlahnya hanya 500, dan untuk pendidikan intelijen. Namun Fadli yakin ada institusi selain BIN atau Polri yang memesan 5.000 senjata.
"Saya pikir begini bahwa informasi itu harus diklarifikasi soal 5.000 senjata itu. Karena ini persoalan yang menurut saya bukan persoalan yang biasa, angka 5.000 itu, angka yang signifikan," tuturnya.
Lebih lanjut, ia menekankan perlunya klarifikasi. Apakah benar yang dikatakan Wiranto hanya miskomunikasi atau benar adanya hal tersebut.
"Tapi dalam persoalan senjata, ini diperlukan klarifikasi terkait dengan mungkin yang dikatakan Pak Wiranto soal miskomunikasi atau mungkin memang ada, kalau memang tetap ada saya kira itu perlu didudukkan," tuturnya.
"Jangan sampai ada spekulasi macam-macam, mungkin ada pihak yang mempersenjatai diri, mungkin angkatan apa tuh kalau dulu, angkatan kelima, he-he-he...," ucap Fadli sambil berseloroh.
Ia juga mengungkapkan apa yang dilakukan Panglima TNI selama ini masih dalam koridornya. Bukan berpolitik, karena semua masih dalam bidangnya.
"Kalau saya sih masih melihat dalam satu koridor ya. Masih ada keterkaitan dengan bidangnya, kan tidak berbicara tentang politik, dukungan, atau Panglima TNI saya lihat tidak ikut pilkada, tidak ikut ngurusin pemilu atau pilpres, bahkan ada yang lain yang ngurusin, kan gitu. Jadi saya melihat masih dalam koridorlah," tutup Fadli. [dtk]