Demi Keselamatan Jiwa Lukas, Komnas HAM Dorong DPR Investigasi Jokowi dan Ka BIN

Demi Keselamatan Jiwa Lukas, Komnas HAM Dorong DPR Investigasi Jokowi dan Ka BIN

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meyakini Gubernur Papua, Lukas Enembe di bawah tekanan luar biasa jika membaca laporan pertemuan di kediaman Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Komjen (Pol) Budi Gunawan, pada Selasa (4/9) lalu yang kini viral di jejaring sosial.

"Komnas HAM sebagai lembaga penjaga kemanusiaan harus selamatkan seorang putra terbaik bangsa Papua ini," ujar komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai melalui siaran pers yang diterima redaksi, siang ini (Jumat, 15/9).

Informasi beredar, pertemuan yang disebut-sebut untuk 'mengamankan' Joko Widodo dan PDI Perjuangan di Pemilu Serentak tahun 2019 itu turut dihadiri Kapolda Kapolda Sumatera Utara (eks Kapolda Papua), Irjen Pol Paulus Waterpauw dan Kapolri (Pol) Jenderal Tito Karnavian.

Bahkan disebutkan pula dalam pertemuan itu, Kapolri memerintahkan anak buahnya agar semua proses hukum yang sedang terjadi atas Lukas Enembe dihentikan.

Lukas Enembe hingga kini masih berstatus tersangka kasus kecurangan Pilkada Kabupaten Tolikara sejak 19 Juni 2017. Kasusnya ditangani Polda Papua.

"Kehadiran Paulus Waterpauw cukup mengagetkan kita semua, kenapa Kepala BIN hadirkan Kapolda Sumatera Utara, kenapa bukan Kapolri di Mabes Polri kalau hanya soal kasus yg dihadapi oleh Pak Lukas Enembe?" tanya Pigai yang juga ketua Tim Aparat Penegak Hukum.

Pigai menekankan, ada beberapa catatan Komnas HAM untuk diingat BIN. Pertama, BIN adalah roh dan jantung NKRI mesti bekerja sesuai kewenangan yaitu menjaga kebhinekaan dan keutuhan NKRI.

Kedua, persoalan hukum adalah ranah Polri dan Komnas HAM menghormati tugas kepolisian yang bekerja secara profesional dengan mempertimbangkan segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara sekaligus menjadi integritas sosial.

Menurut Pigai, menghadirkan Paulus Waterpauw tidak ada hubungannya dengan gangguan disintegrasi politik di Papua justru para politisi, pengamat, rakyat Indonesia dan juga rakyat Papua marah dan kritisi BIN berpolitik praktis. Apalagi isu BIN memaksa Lukas Enembe berpasangan dengan Paulus Waterpauw.

"Kepentingan BIN terkait politik ini apa? dan BIN kerja untuk partai politik apa? Bahkan BIN kerja untuk kepentingan calon presiden siapa? Apakah tindakan itu adalah tugas Badan Inteligen negara?" kritik Pigai.

Jika itu yang terjadi, tegas Pigai, maka dapat disimpulkan BIN lebih cenderung menjadi alat kekuasaan bukan alat negara. "Kita harus selamatkan Badan Intelijen Negara ini," seru Pigai.

Ketiga, jika benar Lukas Enembe dipaksa untuk menandatangani suara surat komitmen untuk memenangkan Presiden Jokowi dan PDIP pada Pemilu Serentak tahun 2019, sebagaimana informasi beredar, maka itu tindakan yang bertentangan dengan kewenangan dan penyalahgunaan kewenangan, menyimpang dan merusak marwa lembaga intelijen negara.

"Komnas HAM juga sedang monitor keselamatan jiwa Lukas Enembe karena Komnas HAM menerima isu tidak elok," ujarnya lagi.

Pigai menerangkan, suatu pemaksaaan kehendak untuk menentukan nasib hidupnya (right to self determination) serta bertentangan dengan HAM untuk tidak dipaksa dan intimidasi baik fisik juga psikis. Oleh karena itu Komnas HAM sedang melakukan koordinasi dengan lembaga pemantau internasional untuk memonitor secara ketat dugaan dan indikasi gangguan keselamatan jiwa Lukas Enembe sebagai tokoh Papua dan Gubernur Provinsi Papua.

Tak hanya itu, papar Pigai, Komnas HAM juga meminta DPR agar menggunakan kewenangannya untuk melakukan investigasi melalui hak angket kepada Presiden Jokowi dan Kepala BIN Budi Gunawan.

Lukas Enembe sendiri sudah membantah informasi pertemuannya dengan Ka BIN. Termasuk tentang foto-foto dari pertemuan dimaksud, ia bersikeras itu adalah bohong.

"Saya tidak tahu info itu hoax saja mungkin," jawab Lukas. [rmol]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita