www.gelora.co - Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo mengapresiasi langkah KPK memberantas korupsi selama ini. Namun, agar lebih efektif menyelamatkan uang negara, dia menyarankan KPK berkonsentrasi pada kasus-kasus besar. Untuk yang kecil-kecil, biarkan Polisi yang menangani.
Pesan ini disampaikan Bamsoet, sapaannya, saat peluncurkan buku "Ngeri Ngeri Sedap" di Cafe Leon, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, (Minggu, 10/9). Buku tersebut merupakan karya ke-13 Bamsoet.
Peluncuran buku ini sangat meriah dan ramai. Tokoh dan pejabat negara ramai-ramai hadir. Di antaranya Kapolri Jenderal Tito Karnavia, Menkumham Yasonna H Laoly, Jaksa Agung M Prasetyo, Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin, Sekjen Golkar Idrus Marham, Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Roeslani, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, dan para anggota Komisi III serta Pansus Hak Angket KPK.
Kata Bambang, untuk operasional KPK, negara sudah mengeluarkan dana besar. Maka, sebaiknya KPK menangani kasus-kasus besar. "Berantaslah yang besar-besar. Untuk yang kecil-kecil, biarkan Polisi. Nanti akan ada Densus Tipikor (Polri)," serunya.
Kasus-kasus besar yang yang dimaksud Bambang antara lain skandal dana talangan Bank Century, Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), mafia pajak, dan mafia Migas. Dia ingin kasus-kasus ini segera tuntas dan kerugian negara yang jumlahnya triliuan rupiah bisa segera dikembalikan. "Jangan nangkepin yang cuma jutaan rupiah. Kalau nangkap yang kecil-kecil itu namanya nembak nyamuk dengan meriam," imbuhnya.
Mengenai bukunya, Bambang menyebut, judul "Ngeri Ngeri Sedap" diambil dari istilah yang dipopulerkan almarhum Sutan Bhatoegana. Dia menganggap, istilah itu cocok untuk menggambarkan kondisi Indonesia saat ini. Makanya, dia tuangkan khusus dalam buku setebal 576 halaman.
"Judul buku ini menurut saya sangat relevan dan kontekstual dengan kondisi saat ini. Kita bisa melihat bahwa Presiden Jokowi dan para menterinya terus menunjukkan kerja keras membangun negeri ini. Gerak langkah Pemerintah telah menunjukkan harapan. Tapi, di saat yang sama, kita melihat suara ketidakpuasan dari sejumlah elemen masyarakat," papar politisi Golkar ini.
Kata "ngeri" dalam buku tersebut, kata Bambang, menggambar kondisi kecemasan atas munculnya isu SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan), adanya elemen yang anti-Pancasila, membengkaknya utang negara, dan banyaknya pejabat yang terlibat korupsi. Sedangkan kata "sedap" menggambar keberhasilan pembangunan yang dilakukan Presiden Jokowi. Di antaranya, membangun 2.225 kilometer jalan nasional, membangun 132 kilometer jalan tol, membangun rel kereta api sepanjang 450 kilometer, membangun 41 pelabuhan komersil, mewujudkan BBM satu harga, dan meningkatkan rasio elektrifikasi atau pemerataan sambungan listrik.
Para tokoh yang hadir di acara itu ramai-ramai memuji Bamsoet. Dia dianggap sebagai politisi langka dan piawai. "Beliau sosok yang jarang dan langka karena serba bisa," puji Kapolri Jenderal Tito Karnavian.
Buku tersebut, kata Tito, menunjukkan keluasan wawasan Bamsoet. Sebab, yang dibahas hampir semua masalah. Mulai dari politik, ekonomi, hukum, sampai sosial budaya. "Ini yang membuat saya takut, karena tahu segalanya. Untungnya beliau memiliki interpersonal skill yang baik dan mudah bergaul dengan siapa saja," pujinya lagi.
Jaksa Agung M Prasetyo mengaku iri dengan Bambang. Sebab, di dalam kesibukannya sebagai Dewan dan pengusaha, Bambang begitu produktif dalam menulis. Tidak tanggung-tanggung, sudah 13 buku yang ditulisnya. "Tidak banyak yang punya bakat seperti Mas Bambang," ucapnya.
Menkumham Yasonna H Laoly memuji cara bergaul Bambang. Kata dia, Bambang adalah seorang kolektor senjata dan seorang yang suka motor gede, tapi memiliki sentuhan kemanusiaan yang hebat. "Beliau ahli nembak, tapi pandai bersahabat," ucapnya.
Sekjen Golkar Idrus Marham menyebut, buku Bamsoet itu membahas begitu banyak masalah. Karena luasnya yang dibahas, dia menganggap Bambang sudah melebihi tingkat pendidikan S3. "Mungkin ini sudah levelnya ‘S campur’," selorohnya.
Di akhir acara, buku ini dibedah oleh para tokoh dan pakar. Mereka adalah pengamat politik Prof Tjipta Lesmana, eks Menko Kemaritiman Rizal Ramli, ekonom Dradjad Wibowo, pengamat politik Yunarto Wijaya, dan pengamat parlemen Sebastian Salang. [rmol]