www.gelora.co - Nasib Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto (Setnov) diujung tanduk. Ditengah status tersangka kasus korupsi e-KTP yang disandangnya dan penyakit medis yang dideritanya, kini, Setnov harus bersiap-siap kehilangan jabatannya sebagai Ketua Umum Partai Golkar dan Ketua DPR RI. Bahkan, desakan untuk memenjarakan Setnov atas kasus e-KTP terus disampaikan. Sejumlah kalangan memprediksi, setelah kesehatannya dinyatakan pulih, mantan Ketua Fraksi Gokar itu akan ditahan Komisi Pemberantasan usai menjalani pemeriksaan.
Berdasarkan hasil keputusan rapat pleno Partai Golkar, meminta kesediaan Setnov untuk mundur dan menunjuk pelaksana tugas (Plt) ketua umum partai berlambang beringin itu. Alasannya, sejak Setnov menyandang status tersangka e-KTP, elektabilitas Partai Golkar diketahui mulai merosot.
Kondisi ini didapat melalui kajian elektabilitas yang dilakukan DPP Partai Golkar. Tren tersebut langsung disikapi Partai Golkar dengan menggelar rapat pleno pada Senin (25/9), dua hari lalu.
Hasil rapat pleno tersebut telah disampaikan kepada Setnov melalui Ketua Harian Partai Golkar Nurdin Halid dan Sekretaris Jenderal Idrus Marham.
"Saya ingat betul itu intinya kira-kira ada penurunan elektabilitas faktor penyebabnya karena tersandera kasus e-KTP. Oleh karena itu, mereka berharap Pak Novanto mengundurkan diri," kata Koordinator Bidang Kepartaian Partai Golkar Kahar Muzakir di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (28/9/2017).
Ia mengungkapkan, kondisi rapat pleno tersebut berlangsung cukup alot. Sebab, terjadi perbedaan pandangan antar-anggota untuk menyikapi cara penyelesaian atas hasil tim kajian yang memaparkan survei lembaga eksternal yang telah ditunjuk.
DPP Golkar akan menggelar rapat pleno lanjutan untuk mendengarkan jawaban dari Setnov sekaligus membahas terkait permintaan pengunduran diri dan penunjukan Plt ketua umum.
Jusuf Kalla
Gayung pun bersambut. Keputusan rapat pleno harian DPP Partai Golkar itu disambut baik senior yang juga mantan Ketua Umum Golkar Jusuf Kalla. Bahkan, Kalla yang kini Wakil Presiden itu menyebut sudah memang sepantasnya Setnov lengser dari posisi ketua umum Golkar. "Sepantasnya begitu (Setya Novanto mundur)," katanya di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat.
Kalla menegaskan citra baik Golkar di mata masyarakat harus dijaga. Sebab, keberadaan Golkar ke depan ditentukan 'image' masyarakat atau penilaian publik. "Kalau publik sudah menyatakan pimpinannya jelek, apalagi pimpinannya begitu kan. Jadi memang keputusan itu seharusnya demikian," katanya.
Kalla lantas membeberkan kriteria pengganti Setnov. Menurutnya, ketum Golkar nantinya harus bersih dan berpengalaman di Partai Golkar. "Yang bersih, yang bisa memimpin Golkar dengan baik, yang punya pengalaman di Golkar," katanya
Meski demikian, Kalla enggan menyebut siapa sosok yang layak menggantikan Setnov. "Selama ini, tidak ada, tetapi bisa saja (penggantinya dari kader Golkar yang saat ini berada di kabinet). Itu tidak tertulis," katanya.
Setnov sendiri hingga kini masih menjalani perawatan di RS Premier Jatinegara. Setnov disebut memiliki beberapa penyakit, dari vertigo, ginjal, sinus, hingga penyempitan di saluran pernapasan. Akibatnya, Setnov mangkir dari panggilan KPK untuk diperiksa sebagai tersangka dalam kasus korupsi proyek e-KTP.
Evaluasi Total
Ketua Harian DPP Partai Golkar Nurdin Halid mengatakan, partainya akan melakukan evaluasi total jika Setnov tidak mau lengser dan tetap mempertahankan posisinya sebagai ketua umum. Evaluasi total ini, kata Nurdin, untuk melihat seberapa jauh pengaruh Setnov jika masih menjabat sebagai ketua umum meski tersandung kasus korupsi e-KTP.
"Kalau dari evaluasi total kita menyatakan bahwa tidak ada masalah ya lanjut. Kalau evaluasi kita mengatakan terjadi masalah atau negatif, ya kita harus konsolidasi," ujar Nurdin di Jakarta, Kamis (28/9/2017).
Meski demikian, Nurdin yakin jika Novanto bakal legowo dan tidak akan mengorbankan Partai Golkar demi kepentingan pribadi. Hal itu menyusul rekomendasi rapat pleno harian yang meminta kesediaan Novanto untuk nonaktif dan menunjuk pelaksana tugas. "Saya punya keyakinan. Oleh karena itu, hari-hari ke depan adalah hari-hari yang menentukan untuk Partai Golkar," kata Nurdin.
Sebelumnya, Tim Kajian Elektabilitas diketuai oleh Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Partai Golkar Yorrys Raweyai. Yorrys bekerja sama dengan Koordinator Bidang Kajian Strategis dan Sumber Daya Manusia Partai Golkar Letnan Jenderal (Purn) Lodewijk Freidrich Paulus.
Tim Kajian Elektabilitas memaparkan hasil survei tentang elektabilitas Partai Golkar yang menurun. Elektabilitas partai menurun karena citra partai yang buruk. Hasil kajian lalu memunculkan sejumlah rekomendasi salah satunya meminta Setya Novanto mundur dari jabatannya.
Mundur Dari DPR
Sementara itu, Ketua DPP PDIP Hendrawan Supratikno mengatakan, mundur dari jabatan Ketua DPR menjadi opsi yang layak diambil Novanto untuk menyelamatkan citra lembaga parlemen.
"Ya tentu untuk citra dan kredibilitas lembaga DPR, lembaga negara, opsi mundur menjadi salah satu opsi yang paling layak. Tapi diserahkan ke Partai Golkar," kata Hendrawan di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (28/7/2017).
Kendati demikian, Hendrawan menyerahkan urusan pergantian Novanto kepada Fraksi Partai Golkar. Ketentuan itu telah diatur dalam pasal 87 ayat 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, DPD (UU MD3). Pasal tersebut menyebutkan pemberhentian atau pergantian Ketua DPR bisa dilakukan apabila Diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Hal yang sama disampaikan Sekretaris Fraksi Partai Demokrat Didik Mukrianto. Dia meminta Novanto bersikap legowo dengan mundur dari jabatannya sebagai Ketua DPR.
"Ya meskipun kita menyadari asas praduga tak bersalah itu harus dijunjung tinggi, namun secara etika sebagai Ketua DPR tentu akan lebih bijak dan legowo apabila beliau meletakkan jabatannya sebagai ketua DPR dan fokus menghadapi persoalan di KPK," kata Didik di Kompleks Parlemen, Senayan.
Sedangkan politikus Golkar Poempida Hidayatulloh mengingatkan, seharusnya Novanto memberikan contoh yang baik bagi seluruh kader Golkar. Dia juga mengingatkan komitmen petinggi partai yang menyatakan, jika menyandang status tersangka harus mundur.
"Setnov atau Idrus pernah buat statement. Kalau ada kader yang tersangka harus mengundurkan diri demi partai. Semoga konsisten. Setya Novanto sebaiknya memberikan contoh yang baik saja, demi kebesaran Partai," kata Poempida saat dihubungi di Jakarta, Kamis (28/7/2017). [htc]