Soal Larangan Jilbab, Dirjen Bimas Hindu: Hargai Eksistensi Agama Mayoritas Di Bali

Soal Larangan Jilbab, Dirjen Bimas Hindu: Hargai Eksistensi Agama Mayoritas Di Bali

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Bali kembali menjadi sorotan, lagi-lagi terkait masalah pelarangan Jilbab. Sebagaimana diketahui, Bali sempat dihebohkan dengan kasus larangan jilbab di sejumlah sekokah. Kini, Bali juga diterpa persoalan pelarangan jilbab di Hypermart. Menanggapi hal tersebut, Dirjen Bimas Hindu Kemenag Ida Bagus Yudha Triguna mengaku yang terjadi di lapangan, umat Hindu Bali tetap menghormati kehidupan beragama yang lain.

“Ini yang saya tekankan kepada kawan-kawan, tapi saya minta kawan-kawan media jangan mengeksplore ini secara berlebihan karena gerakan-gerakan yang tanda kutip yang dilakukan tentu ada nuansa politik. Secara keseluruhan kawan Hindu di Bali tetap sangat toleran terhadap kawan-kawan lain untuk melaksanakan keyakinan dan agamanya,” jelas Yudha seperti dikutip dari detikcom, Senin (18/8/2014).

Yudha juga mengaku sudah mengecek soal isu ini ke Kanwil Agama Provinsi Bali. Menurtnya,  kasus ini berawal dari surat dari perusahaan-perusahaan BUMN kepada karyawannya pada Ramadan lalu, agar memakai pakaian muslim. Mungkin terjadi kesalahpahaman, mengingat di Bali mayoritas bukan muslim.

Akhirnya ada gerakan dari The Hindu Center Of Indonesia dibawah pimpinan Dr.Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna yang meminta agar surat seperti itu tak berlaku di Bali.

Dengan adanya keberatan dari The Hindu Center, akhirnya kepala BUMN di Bali meniadakan surat itu, akhirnya soal pemakaian busana muslim itu tidak wajib berlaku untuk semua.

“Justru Kepala BUMN di Bali bisa memahami kawan The Hindu Center, sehingga kemudian pakaian itu tidak diberlakukan untuk semua,” tegas dia.

“Saya kira begini kan secara normatif setiap, warga negara diberikan hak untuk melaksanakan ibadah dan keyakinan tapi juga tentu kita harus melihat kondisi wilayah. Jadi kalau misalnya di sebuah masyarakat yang mayoritas pemeluk agama tertentu harus menghargai eksistensi yang bersangkutan,” tambah dia.

Larangan jilbab kembali mencuat di Bali, berawal ketika PT Matahari Putra Prima  secara resmi mengeluarkan surat larangan berbusana Muslim bagi kasirnya di Hypermart Bali Galeria.

Larangan berjilbab itu untuk memenuhi desakan The Hindu Center of Indonesia. Larangan berbusana Muslim bagi kasir Hypermart Bali Galeria dikeluarkan pada 24 Juli lalu.

Surat persetujuan dari Hypermart tersebut dikeluarkan hanya selisih satu hari dari surat desakan permohonan The Hindu Center of Indonesia untuk melarang adanya penggunaan jilbab dan peci bagi karyawan Hypermart.

Pihak Hypermart juga menganggap izin penggunaan busana Muslim oleh Kasir Hypermart sebagai perusak citra bagi budaya Bali.

“Kami juga mohon maaf jika telah membuat Citra yang kurang baik bagi budaya Bali,” demikian salah satu isi dalam surat persetujuan larangan tersebut. []
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita