GELORA.CO - Advokat Publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Nelson Nikodemus Simamora menilai artis Nikita Mirzani tidak bisa dihukum atas kasus prostitusi online. Nikita bisa diproses hukum dengan tuduhan perzinahan. Itupun jika ada pihak yang melaporkan dugaan pidana itu.
"Dia (Nikita) hanya bisa dijerat dengan alasan perzinahan. Itu pun harus ada aduan istri dari pria yang menggunakan jasa Nikita. Di KUHP kita juga agak sulit membuktikan persetubuhan," kata Nelson saat ditemui di LBH Jakarta, Minggu (13/12).
Nelson mengatakan selama ini belum pernah ada pekerja seks komersial (PSK) yang dihukum penjara. Selama ini, para PSK yang tertangkap karena razia polisi hanya diserahkan ke dinas sosial dan diberikan pelatihan.
"Saya tidak pernah menemukan ada kasus PSK dihukum penjara. Kecuali, dia membunuh orang atau melakukan tindakan kriminal lainnya," kata Nelson.
Ia pun menilai kasus Nikita tidak bisa dipandang sebagai kasus perdagangan orang. Pasalnya, diduga, tidak ada unsur keterpaksaan dalam kasus prostitusi online Nikita.
Sementara, dalam kasus perdagangan orang, PSK tidak punya daya dan tidak punya pilihan untuk menolak menjajakan seks. Nelson mengatakan biasanya PSK dalam kasus perdagangan orang sangat dikekang sehingga tidak bisa pergi keluar dari kawasan prostitusi.
"Nikita tidak memenuhi unsur tersebut. Sementara, muncikarinya bisa dihukum. Bareskrim juga pasti tahu Nikita tidak bisa dihukum penjara," katanya.
Lebih lanjut, Nelson berpendapat pemerintah tidak boleh menyederhanakan kasus prostitusi. Pasalnya, kasus ini memiliki banyak dimensi dan persoalan.
Prostitusi dinilai Nelson adalah salah satu profesi tertua di dunia. Keberadaanya bahkan sudah ada sebelum pekerjaan berdagang itu ada. "Prostitusi muncul karena pemerintah tidak sanggup menyediakan lapangan pekerjaan dan pendidikan yang cukup," katanya.
Nelson juga menilai aturan agar PSK dihukum justru menunjukkan bahwa pemerintah tidak punya perspektif perempuan. Namun ia tak menampik jika ada juga perempuan yang jadi PSK karena memang suka atau bukan karena faktor kebutuhan. (*)